Al-Inshafu Min Adz-Dzati
Al-Inshafu Min Adz-Dzati artinya bersikap objektif pada diri sendiri. Orang yang memiliki sifat syaja’ah akan menilai dirinya secara objektif dan juga meyakini bahwa dirinya mempunyai kekurangan dan juga kelebihan.
Jujur dalam Beramal
Selanjutnya adalah jujur dalam beramal. Bentuk dari jujur ini ialah upaya seseorang agar tindakan-tindakan lahiriahnya tidak berbeda dengan apa yang ada di dalam batinnya.
Milku An-Nafsi Inda Al-Ghadhabi
Milku An-Nafsi Inda Al-Ghadhabi artinya menguasai diri ketika marah. Salah satu ciri orang yang mempunyai sifat syaja’ah yaitu memiliki ketangguhan dalam melawan hawa nafsu dan juga amarah. Walaupun dalam kondisi yang emosi, mereka akan tetap bisa berpikir jernih.
Tidak Memprioritaskan Kekuatan Materi
Kekuatan materi memang dibutuhkan dalam perjuangan, namun materi bukanlah segalanya, Allah lah yang menentukan segala sesuatunya. Jadi, jangan pernah menomorsatukan kekuatan materi.
As siddiq berasal sari bahasa Arab yakni as-sidqu" atau "Siddiq" yang berarti benar, nyata, atau berkata benar. Lawan dari sifat As siddiq adalah dusta atau dalam bahasa Arab-nya "Al-kazibu."
As siddiq artinya berkata jujur atau benar yang dimiliki oleh Rasulullah SWT dalam menyampaikan wahyu yang datang dari Allah SWT. Untuk itu, para ulama berharap sifat as siddiq artinya jujur atau benar juga diterapkan oleh umat Muslim dalam perkataanya sehari-hari.
Secara umum, as siddiq artinya jujur atau benar yang sesuai dengan kenyataannya, baik berupa perkataan, sikap, ataupun perbuatan. As shiddiq artinya jujur yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa. Rasulullah SAW bersabda,
“Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke surga.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang berkaitan, Rasulullah SAW bersabda,
“Empat perkara yang apabila ada padamu, tidak akan merugikan lepasnya segala sesuatu dari dunia dari padamu, yaitu: memelihara amanah, tutur kata yang benar, akhlak yang baik, dan bersih dari tamak.” (HR. Ahmad)
Dalam Islam, jujur diartikan sebagai salah satu sifat yang terpuji. Jujur juga menjadi karakter penting bagi semua orang, termasuk kaum muslimin.
Perintah jujur termaktub dalam beberapa surat dan hadits, salah satunya surat Al Ahzab ayat 70:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arab latin: Yā ayyuhallażīna āmanuttaqullāha wa qụlụ qaulan sadīdā
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,"
Menurut buku Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah yang ditulis oleh Dr Saad Riyadh dikatakan Nabi SAW pernah bersabda dalam sebuah hadits mengenai kejujuran, berikut bunyinya:
"Hendaklah kamu bersikap jujur karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan sementara membawa ke surga. Tidaklah seseorang senantiasa bersikap jujur dan berusaha keras memilih jalan kejujuran kecuali ia nantinya akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Jauhilah kebohongan karena sesungguhnya ia membawa kepada keburukan (fujuur) sedangkan keburukan itu menghantarkan orang ke neraka. Tidaklah seseorang senantiasa bersikap dusta dan memilih jalan kedustaan kecuali ia nantinya akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah," (HR Bukhari dan Muslim).
Sikap jujur juga dianjurkan oleh Allah SWT sebagaimana dijelaskan dalam surat At Taubah ayat 119,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ
Arab latin: Yā ayyuhallażīna āmanuttaqullāha wa kụnụ ma'aṣ-ṣādiqīn
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tetaplah bersama orang-orang yang benar!"
Al-Inshafu Min Adz-Dzati
Al-Inshafu Min Adz-Dzati artinya bersikap objektif pada diri sendiri. Orang yang memiliki sifat syaja’ah akan menilai dirinya secara objektif dan juga meyakini bahwa dirinya mempunyai kekurangan dan juga kelebihan.
Tingkatan Sifat Jujur
Merujuk pada sumber yang sama, yaitu Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah, jujur memiliki tingkatannya sendiri. Antara lain sebagai berikut:
Keberanian dalam Menyatakan Kebenaran
Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Jihad yang paling afdhal adalah memperjuangkan keadilan dihadapan penguasa yang zalim”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Tidak Takut akan Mati
Jika ajal sudah menjemput, maka tidak ada yang bisa mencegah atau lari darinya. Kematian merupakan sebuah kepastian dan setiap orang yang hidup pasti akan mati. Seorang muslim tidak akan takut dengan kematian, apalagi mati syahid.
“Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh…”. (QS. An-Nisa :78)
Salah satu yang menyebabkan adanya rasa takut dalam diri yaitu perasaan ragu-ragu. Jika seseorang merasa ragu dengan kebenaran yang mereka lakukan, pastinya mereka akan menghadapi risiko. Namun, jika mereka penuh dengan keyakinan, akan muncul keberanian. Rasulullah SAW sendiri pernah mengajarkan.
“Tinggalkanlah apa yang meragukanmu, menuju apa-apa yang tidak meragukanmu”. (HR. Tirmidzi dan Nasa’i)
A. Pengertian jujur dalam Islam
Jujur adalah perilaku positif dengan berkata sebenarnya, tidak curang, serta perbuatan dan perkataan yang tidak berlawanan. Perilaku jujur menyebabkan muslim memperoleh kepercayaan lingkungan sekitar.
Perintah jujur telah tercantum alam Al Quran dan hadits. Salah satunya dalam Al Ahzab ayat 70,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا
Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanuttaqullāha wa qụlụ qaulan sadīdā
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar."
Hadits pentingnya jujur dinarasikan Abdullah, berikut haditsnya,
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Artinya: "Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." (HR Bukhari).
Setelah pengertian jujur dalam Islam, berikutnya adalah manfaat sikap yang selalu mengutamakan kebenaran ini. Muslim yang jujur akan memperoleh manfaat berikut:
1. Pergaulan yang makin luas
Bersaudara dengan orang jujur cenderung menyenangkan dan tidak menimbulkan rasa khawatir. Tidak heran jika persaudaraan muslim yang jujur sangat luas.
2. Hidup damai dan tentram
Terbiasa jujur akan menumbuhkan sikap saling percaya, peduli, dan menghargai. Hasilnya hidup selalu terasa damai dan tentram.
3. Memperoleh ridho Allah SWT
Perilaku jujur sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Al Quran. Tak heran jika muslim jujur tidak jauh dari ridho Allah SWT.
Merangkum tulisan ini, ciri-ciri jujur adalah:
Semoga pengertian jujur dalam Islam bisa selalu dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari ya detikers.
Jujur merupakan sikap tidak berbohong, tidak curang, dan berkata apa adanya. Orang yang jujur, memelihara kebenaran di dalam kehidupannya.
Apabila kebenaran itu hilang maka ia tidak lagi disebut jujur. Istilah lain untuk menggambarkan hilangnya kejujuran adalah bohong, dusta, munafik, dan sebagainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jelaskan pengertian jujur dalam pelajaran agama Islam!
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jujur memiliki arti lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, bisa juga berarti tulus, dan ikhlas.
Dikutip dari buku Pasti Bisa Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMP/MTs Kelas VIII, jujur merupakan salah satu sifat rasul, yakni sidik. Kata sidik berasal dari sadaqa atau sidq yang artinya benar.
Ditambahkan dari buku Proyek Kehidupan - Sesuai Ketentuan Al Quran dan Sunnah, dari segi bahasa, jujur adalah mengakui, berkata, atau memberi suatu informasi yang sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi atau kenyataan.
Jujur tidak hanya dalam perkataan tetapi juga harus diterapkan dalam segala sisi aktivitas manusia, seperti jujur dalam niat, jujur dalam perkataan, dan jujur dalam perbuatan.
Niat yang disebut jujur adalah niat yang dilakukan dengan benar, yakni niat berbuat suatu kebaikan karena Allah Swt. Contohnya membantu orang lain bukan karena berharap balasan.
Jujur dalam perkataan adalah mengatakan yang benar dan sesuai dengan kenyataan. Contoh jujur dalam perkataan adalah tidak menambah atau mengurangi informasi yang diberikan kepada orang lain.
Sementara jujur dalam perbuatan adalah kesesuaian antara yang diucapkan dan yang dikerjakan atau diperbuat. Contohnya menjauhi perbuatan yang dapat mencelakai orang lain.
Demikian pembahasan untuk jelaskan pengertian jujur dalam pelajaran agama Islam. Semoga bermanfaat dan selamat belajar.
Syaja’ah adalah – Sebagai umat muslim, tentu kita tahu bahwa Agama Islam mengajarkan kepada umatnya tentang berbagai macam sifat atau akhlak baik ataupun peringatan akan akhlak yang buruk. Di antaranya yaitu dengan meneladani dan mempelajari sifat-sifat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang mana salah satunya yaitu sikap syaja’ah.
Lalu, apa sih sebenarnya sifat syaja’ah ini dan apa manfaatnya untuk umat Islam yang mengamalkan sifat ini dalam kehidupan sehari-hari?
Jadi, syaja’ah adalah akhlak mulia yang mengajarkan setiap umat muslim untuk berani bertindak yang didasari oleh kebenaran. Setiap muslim seharusnya mempunyai akhlak mulia yang disebut dengan syaja’ah. Terlebih lagi, sifat yang satu ini mempunyai keterkaitan dengan kejujuran.
Syaja’ah adalah kemampuan dalam menundukkan jiwa supaya selalu tegar, teguh, dan tetap bergerak maju meskipun dihadapkan dengan musuh, masalah hidup, ataupun musibah. Dengan begitu, orang-orang yang memiliki jiwa syaja’ah akan selalu menggunakan akal sehatnya dalam mengendalikan hawa nafsu supaya tidak bertindak seenaknya.
Islam sendiri memerintahkan kepada para umatnya agar tidak menjadi penakut atau pengecut. Hal tersebut karena kedua hal tersebut bisa menyebabkan kegagalan dan juga kekalahan.
Lalu, salah satu sifat yang diajarkan oleh Islam adalah berani atau syaja’ah. Kata syaja’ah ini juga mempunyai beberapa arti lain, seperti misalnya kekuatan, keberanian, kegagahan, tekun, kekuatan hati, sabar, tenang, dan juga menguasai diri. Sedangkan secara terminologi, kata syaja’ah adalah keteguhan hati dan juga keberanian tetap maju untuk menghadapi berbagai masalah hidup, musuh, hingga musibah.
Menurut buku yang berjudul Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XI, menjelaskan bahwa syaja’ah juga memiliki makna berani dalam membela kebenaran dan berani untuk bertindak selama di jalan yang benar.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa keberanian ini harus dilandasi dengan kebenaran menurut syariat Islam dan tidak memihak hal yang salah. Adapun lawan dari sifat syaja’ah adalah al jubn yang artinya pengecut.
Orang-orang yang memiliki sifat pengecut ini biasanya tidak ada komitmen yang kuat dalam mengedepankan kebenaran. Sikap mereka sangat bergantung dengan hawa nafsunya. Diri seorang pengecut ini akan melunak dan mengkhianati kebenaran apabila melakukan kebenaran akan mengantarkannya pada kerugian terhadap dirinya sendiri. Misalnya saja, gentar dengan celaan manusia, takut kehilangan harta dunia, dan juga takut menghadapi risiko dari sebuah perjuangan.
Oleh karena itu, sikap pengecut ini sebenarnya lebih dekat dengan kekalahan. Orang yang memiliki sikap pengecut cenderung lebih rentan mengalami kehinaan dan juga kegagalan. Dirinya akan merasa lebih takut kepada manusia daripada takut dengan Allah SWT.
Sebaliknya, syaja’ah disini dapat menjadi jalan untuk mewujudkan kemenangan dalam keimanan. Seorang muslim tidak boleh takut dalam mengemban tugas agama apabila ingin memperoleh kegemilangan. Hati kita harus dituntun oleh keimanan, sehingga tidak akan ada rasa gentar di dalam diri.
Allah SWT sudah memerintahkan hambanya untuk berani melakukan sesuatu karena kebenaran. Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran, yang mana artinya:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Q.S. Ali Imran/3: 139)
Sifat syaja’ah sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu syaja’ah harbiyah dan syaja’ah nafsiyah. Berikut ini adalah penjelasan selengkapnya:
Syaja’ah harbiyah merupakan keberanian untuk melawan kemungkaran yang terlihat ataupun tidak terlihat oleh mata atau keberanian dalam berperang di jalan Allah SWT. Misalnya saja, keberanian dalam menghadapi musuh dalam peperangan untuk menegakkan Agama Allah. Keberanian ini telah dijelaskan di dalam Al-Quran, tepatnya di Surat Al-Anfal ayat 15-16. Allah SWT berfirman, yang artinya:
“Wahai orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang akan menyerangmu, maka janganlah kamu berbalik membelakangi mereka (mundur). Dan barangsiapa mundur pada waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sungguh, orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya adalah neraka Jahanam, seburuk-buruk tempat kembali.”
Sementara itu, syaja’ah nafsiyah merupakan keberanian dalam menegakkan kebenaran dan juga menghadapi bahaya ataupun penderitaan. Misalnya saja, keberanian mengungkapkan hal-hal yang benar, mengendalikan hawa nafsu marah, dan mengakui kesalahan. Islam sangat tidak menyukai orang yang pengecut, lemah, dan juga penakut. Orang yang lemah ataupun penakut umumnya tidak berani untuk mempertahankan hidup, sehingga sangat mudah putus asa.
Ketakutan tersebut di antaranya yaitu karena takut dikucilkan di dalam lingkungannya, takut karena berlainan sikap dengan banyak orang, dan takut untuk membela sebuah kebenaran dan juga keadilan.
Syaja’ah adalah keberanian yang berdasar pada kebenaran, dilakukan dengan penuh pertimbangan serta perhitungan untuk mengharapkan ridha Allah SWT. Keberanian atau syaja’ah adalah jalan untuk mewujudkan sebuah kemenangan dalam keimanan.
Tidak boleh ada kata gentar dan takut untuk Muslim ketika mengemban tugas jika ingin meraih kemenangan. Semangat keimanan yang ada di dalam diri akan selalu menuntunmu agar tidak takut dan gentar sedikitpun.
Dari dua jenis sifat syaja’ah yang sudah dijelaskan di atas, syaja’ah bisa terimplementasikan menjadi beberapa bentuk contoh syaja’ah, antara lain:
Quwwatul ihtimal adalah daya tahan yang besar. Dimana seseorang terbukti mempunyai sifat syaja’ah saat mereka mampu bersabar dan siap untuk menghadapi penderitaan, kesulitan, bahaya, atau yang lainnya saat berjuang di jalan Allah SWT. Kisah perjuangan para nabi dan juga para sahabatnya di Makkah menggambarkan hal tersebut.
Perhatikan bagaimana mereka terus bertahan meski dalam suasana tertekan. Smpai sebagian dari mereka harus gugur syahid, seperti misalnya Tasi dan Sumayyah, sebagian lainnya mengalami penyiksaan, misalnya saja Bilal dan Amr bin Yasir, dan sebagiannya lagi harus rela berhijrah meninggalkan tanah kelahirannya menuju Habasyah atau Ethiopia demi mempertahankan iman serta mengembangkan dakwah.